Wednesday, May 6, 2009

Hasil Penelitian tentang hubungan antara sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, untuk mencapai keadaan ini maka jelas bahwa pembangunan kesehatan merupakan salah satu bidang yang tidak kalah pentingnya yang harus diperhatikan yaitu tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk dengan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapai Indonesia sehat 2010, pemerintah menetapkan beberapa program jangka panjang dibidang kesehatan, antara lain yaitu perbaikan kualitas lingkungan dan kawasan yang dapat menjamin kesehatan masyarakat. ( Depkes RI, Dirjen PPM&PL, 1999 ).
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat maka diselenggarakan upaya kesehatan yang semula dititik beratkan pada upaya penyembuhan penderita dan kemudian berkembang kearah keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh menyangkut upaya peningkatan kesehatan ( promotif ), pencegahan penyakit ( preventif ), penyembuhan penyakit ( kuratif ) dan pemulihan kesehatan ( rehabilitatif ) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
( UU No. 23 Tahun 1992 ).
Menurut H.L Bluum, derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 ( empat ) faktor utama, yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Keempat faktor tersebut berintergrasi dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam, keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya dan populasi sebagai satu kesatuan. Dan faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap derajat kesehatan. ( Asrul Azwar, 1990 ).
Media lingkungan yang baik bagi penyebaran berbagai pollutan berupa bahan mikrobial misalkan kuman-kuman penyakit maupun juga berbagai pollutan pencemaran lainnya dari segi fisik maupun kimia yang semuanya memberikan efek penyakit pada manusia adalah lingkungan rumah tinggal.
Lingkungan ialah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya, dimana orgainisme itu hidup beserta segala keadaan dan kondisinya, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu. (Asrul Azwar, 1979 ).
Lingkungan biasanya menentukan atau tidaknya seseorang berhubungan dengan bakteri, virus, dan parasit yang bisa menimbulkan penyakit seperti diare, cacingan, dan beberapa penyakit lainnya yang menyebabkan kematian. Beberapa penyakit yang disebabkan tingkat kesehatan lingkungan yang tidak memadai antara lainnya ialah penyakit malaria.
Dari sekian banyaknya program pemberantasan penyakit menular salah satunya adalah pemberantasan penyakit malaria. Karena penyakit malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang dapat mempengaruhi angka kematian bayi, anak balita, ibu hamil, serta dapat menurunkan produktifitas kerja. ( Dep Kes RI Dijen PPM&PL, 2003 ).
Sejak tahun 1968, upaya pemberantasan penyakit malaria telah diintegrasikan kedalam sistem kesehatan yang ada. Di mana pelaksanaan operasional diselenggarakan oleh Puskesmas dan jajaran lainnya di Kecamatan dan di tingkat Desa dengan bantuan dan bimbingan dari Kabupaten dan Propinsi. Hasil pemberantasan malaria sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah yang lainnya tergantung dari faktor antara lain ; kualitas dan kuantitas tenaga di Kabupaten dan Puskesmas, situasi Bio-Geografis vektor malaria dan sebagainya. ( Dep kes RI Dirjen PPM&PL 2003 ).
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian malaria dilaksanakan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi ; diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilens dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. (Dep kes RI Dirjen PPM&PL 2003 ).
Di Propinsi Nusa Tenggara Barat dari penyebaran penyakit malaria di semua wilayah pengunungan dan dataran rendah, penyakit malaria paling banyak ditemukan di daerah pantai dan daerah pedalaman
( pengunungan dan transmigrasi ). Hal ini disebabkan adanya tempat perkembangan nyamuk Anopheles sebagai vector penyakit malaria yang berada disekitar permukiman penduduk. Tempat - tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles yang paling disenangi antara lain; Lagun, Muara sungai, dan rawa-rawa di daerah pantai, serta genangan-genagan air sungai yang mengalir di daerah pegunungan.
Beberapa daerah di Propinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Kabupaten Lombok Tengah merupakan daerah endemis malaria, karena daerah tersebut memiliki tempat-tempat perindukan yang sangat potensial bagi vector pembawa penyakit untuk berkembang biak. Adanya lagun-lagun di sepanjang pesisir pantai dan aliran-aliran sungai di pegunungan merupakan tempat-tempat perindukan yang sangat pontensial.
Berdasarkan data Annual Malaria Incidence ( AMI ) Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara Barat,. kasus malaria mengalami kenaikkan dari tahun 2006 sampai dengan 2007. Pada tahun 2006 jumlah AMI sebesar 19,25 0/00 dan tahun 2007 naik menjadi 21,3 0/00. Sedangkan apabila kasus malaria dilihat per Kabupaten kasus malaria di Kabupaten Lombok Tengah mengalami kenaikkan, pada tahun 2006 dengan AMI sebesar 4,794 0/00 sedangkan tahun 2007 naik sebesar 5,7 0/00.
Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan bulanan penemuan dan pengobatan penderita malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah tahun 2007 diperoleh data bahwa dari seluruh Desa yang ada di Kabupaten Lombok Tengah kasus malaria tertinggi di Desa Kuta Kecamatan Pujut dengan Annual Malaria Incidence ( AMI ) 64.1 0/00, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di Kabupaten Lombok Tengah sebesar 5,7 0/00. Sedangkan kasus malaria terendah terdapat di Desa Bilebante dengan Annual Malaria Incidence ( AMI ) 10,5 0/00. Jumlah sediaan darah Puskesmas Kuta yang diambil untuk Pemeriksaan Sediaan Darah ( PCD ) sebanyak 765, Slide Positif Rate ( SPR ) adalah 74 ( 9,7 % ).
Mengigat hal tersebut diatas maka diperlukan upaya pencegahan terhadap penyakit malaria, melihat kondisi tersebut maka penulis ingin melihat “Hubungan sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah yaitu :
1) Cakupan penemuan dan pengobatan penderita malaria di Desa Kuta masih cukup tinggi dengan AMI 64,1 0/00 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di Kabupaten Lombok Tengah sebesar 5,7 0/00. Sedangkan kasus malaria terendah terdapat di Desa Bilebante dengan Annual Malaria Incidence ( AMI ) 10,5 0/00.
2) Jumlah sediandarah Puskesmas Kuta yang diambil untuk pemerikasaan sediandarah ( PCD ) sebanyak 765. Slide Positif Rate ( SPR ) adalah 74 ( 9,7 % ).
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, penulis akan membatasi penelitian tentang “ hubungan sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008 ”.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup permasalahan yang telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah yang dapat penulis kemukakan dalam penelitian ini adalah “ Apakah ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008 ”.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008.
b. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai.
b. Mengidentifikasi kejadian kasus malaria
c. Menganalisis hubungan antara sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamtan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Mendapat tambahan ilmu dan pengetahuan, pengalaman serta kajian ilmiah dari peneliti sendiri
b. Bagi Masyarakat
Dapat mengerti faktor yang pempengaruhi timbulnya kejadian malaria dan langkah-langkah apa yang bisa diambil dalam menyingkapi terjadinya kasus malaria.
c. Bagi Instansi Terkait
Sebagai sumbangan pikiran untuk memberikan informasi untuk pengambilan kebijakan kepada masyarakat dalam hal penanganan penyakit malaria, peremajaan lingkungan permukiman dan program masyarakat lainnya.
d. Bagi Fakultas
Diharapkan mejadi masukan yang berguna dalam pengembangan program, memperoleh gambaran situasi di masyarakat serta masalah-masalah yang timbul dan dapat memberikan sumbangan saran maupun tindakan.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Sanitasi Lingkungan Rumah
1. Pengertian Sanitasi
Pengertian sanitasi menurut WHO ( 1965 ) adalah suatu usaha untuk mengendalikan beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap manusia terutama hal-hal yang dapat merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup.
Sedangkan pengertian lain dari sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia ( Azwar, 1990 ).
2. Pengertian Perumahan
Dalam buku “ The Lexicon Webster Dictionary “ yang terjemahannya sebagai berikut, perumahan adalah suatu keadaan atau tempat dimana manusia dapat menetap atau tinggal pada kedudukan yang tepat sehingga ia dan keluarganya dapat berkembang secara harmonis dalam kondisi yang menguntungkan. ( Djasio Sanropie, dkk, 1984 ).
3. Pengertian Rumah Sehat
Pengertian rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dari pengaruh keadaan alam sekitarnya serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ( Suharmadi, 1985 ).
Rumah bagi manusia mempunyai arti yang sangat penting, sehingga rumah sering disebut sebagai kebutuhan pokok manusia. Rumah bagi manusia mempunyai beberapa arti, yaitu : ( Azwar, 1990 )
a. Sebagai tempat untuk melepas lelah, beristirahat setelah lelah melaksanakan kewajiban sehari-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari kemunginan bahaya yang datang mengancam.
d. Sebagai lambang status yang dimiliki dan dirasakan hingga saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki terutama msih dijumpai pada masyarakat pedesaan.
f. Dalam kaitan ini rumah juga dapat dirasakan sebagai modal, yang jika keadaan memaksa dapat dijual untuk menutupi kebutuhan lain yang dianggap lebih utama.
g. Dan lain sebagainya, yakni jika ditinjau dari segi kesehatan lingkungan, maka hal yang paling penting adalah yang menyangkut arti pertama, kedua dan ketiga.
Untuk itu rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga ketiga arti ini dapat terpenuhi secara optimal.
4. Pengertian Sanitasi Perumahan
Dengan memperhatikan kutipan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sanitasi perumahan menurut penulis adalah sebagai berikut : Sanitasi perumahan adalah suatu usaha mengendalikan keadaan rumah agar tidak menimbulkan gangguan perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup penguni rumah atau kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, yang diduga menjadi mata rantai penularan penyakit dan mempengaruhi kesehatan manusia.
5. Syarat Rumah Sehat
Syarat-syarat rumah sehat menurut Suyono ( 1985 ) adalah rumah yang mempunyai persyaratan antara lain yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain :
1) Pencahayaan yang baik, baik cahaya alam mamupun buatan.
2) Cukup tempat bermain bagi anak-anak.
3) Ventelasi yang memenuhi persyaratan untuk penggantian udara dalam ruangan.
4) Letak rumah jauh dari sumber pencemaran.
b. Memenuhi kebutuhan pisikologis antara lain :
1) Cukup nyaman bagi masing-masing penghuninya.
2) Tiap anggota keluarga terjamin ketenangan dan kebebasannya.
3) Mempunyai jamban dan kamar mandi tersendiri.
4) Letak rumah tidak jauh tempat ibadah dan tempat-tempat lainnya.
c. Mencegah penularan penyakit antara lain :
1) Tersedianya air bersih yang mencukupi dan memenuhi syarat kesehatan.
2) Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan kecoa bersarang didalam dan diluar rumah.
3) Pembuangan sampah terdapat sistem tempat pembungan sampah sementara yang memenuhi syarat.
4) Pembungan kotoran atau tinja dan air limbah dalam suatu sistem salauran dan penampungan tertutup.
5) Ukuran rungan tidur disesuaikan dengan jumlah penghuninya
6. Fakator-faktor yang mempengaruhi santitasi perumahan
Masalah penyehatan lingkungan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja, melainkan masyarakat lebih banyak berperan serta untuk menanggulanginya. Oleh karena itu langkah-langkah yang yang diambil untuk pemecahan masalah selalu melibatkan peran serta masyarakat. ( Djasio Sanropie, dkk, 1989 ).
Keadaan perumahan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1) Faktor lingkungan di mana masyarakat itu berada, baik lingkungan fisik, biologis, ataupun sosial.
2) Tingkat perekonomian masyarakat, ditandai dengan pendapatan yang dipunyai, tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan dan atau dibeli dan lain sebagainya.
3) Kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama teknologi pembangunan.
4) Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan yang menyangkut tata guna tanah, program perumahan yang dimiliki dan lain sebagainya. ( Azrul Azwar, 1979 ).
7. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal
Menurut Permenkes No. 829 / Menkes / SK / VII / 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal adalah sebagai berikut :
1) Bahan bangunan
Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :
a) Debu total tidak lebih dari 180 µg/m3
b) Abses bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam
c) Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mokroorganisme pathogen.
2) Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan bilogis sebagi berikut :
a) Lantai kedap air, mudah dibersihkan
b) Dinding
I. Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana vetelasi untuk pengaturan sirkulasi udara.
II. Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
c) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
d) Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 m atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.
e) Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, ruang bermain anak-anak.
f) Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
3) Pencahayaan
Pencahayaan alami dan atau bantuan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux.
4) Kualitas udara
Kualitas udara didalam rumah tidak memelebihi ketentuan sebagai berikut :
a) Suhu udara berkisar antara 18-30 OC
b) Kelembaban udara berkisar antara 40-70 %
c) Konsentarasi gas SO2 tidak melebihi 100 ppm/ 8 jam
d) Pertukaran udara sama dengan 5 kaki kubik per menit per penghuni
e) Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/ 8 jam
f) Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3
5) Ventilasi
Syarat-syarat ventilasi yang baik :
a) Luas lubang ventilasi minimum 10 % dari luas lantai ruangan ( 5 % ventilasi yang tetap, 5 % incidental ).
b) Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak tercampur oleh asap, debu dan lain-lain.
c) Aliran udara diusahakan “ cross ventilation ” dengan menempatkan lubang udara berhadapan antara 2 dinding ruangan.
d) Ventilasi alam dengan mengandalkan pergerakkan udara bebas, yang diperoleh dengan pengaturan udara bersih bagi penghuni berdasarkan jenis dan kapasitas ruang berbeda satu sama lainnya seperti dikemukakan oleh para ahli WHO ( 1979 ).
6) Binatang Penular Penyakit, tidak ada tikus bersarang didalam rumah
7) Air
a) Tersedia sarana air bersih dengan kapasiotas minimal 60 lt/ hr / org
b) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
8) Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman

9) Limbah
a) Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air bersih, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
b) Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap tanah serta air tanah.
10) Kepadatan Hunian Ruang Tidur
Kepadatan hunian ruang tidur minimal 8 m dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur.
8. Aspek-Aspek Sarana Sanitasi Perumahan di Pedesaan
1) Sarana Pembuangan Kotoran Manusia
Sarana pembuangan kotoran manuisia adalah sarana untuk membuang kotoran manusia seperti WC, kakus dan sebagaimya. Pembuangan kotoran yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan penularan penyakit.
Adapun syarat-syarat pembunganan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan menurut Ehlers dan Steel adalah sebagai berikut :
a) Tidak boleh mengotori tanah permukaan.
b) Tidak boleh mengotori air permukaan.
c) Tidak boleh mengotori air dalam tanah.
d) Kotoran tidak boleh terbuka.
e) Kakus harus terlindung dari penglihatan.
f) Pembuatannya mudah dan murah.
g) Tidak tejangkau oleh serangga dan binatang pengganggu.
Karena dalam praktek sehari-hari kotoran manusia tersebut pada dasarnya sama dengan pengolahan air limbah. Oleh karena itu berbagai tehnik pengolahan air limbah dapat diterapkan pada pengolahan kotoran manuia, demikian pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya sama dengan syarat pembungan air limbah.
Yang agak berbeda adalah karena ada pembaungan kotoran manusia dikenal bangunan kakus yakni tempat yang dipakai oleh manusia untuk membuang hajatnya.
Adapun syarat-syarat yang harus dipengaruhi dalam mendirikan bangunan kakus ini adalah :
a) Harus ditutup, dalam arti bangunan tersebut terlindung dari panas dan hujan serta terjamin privacynya. Dalam kehidupan sehari-hari dipenuhi dalam bentuk mengadakan ruangan sendiri untuk kakus dirumah ataupun mendirikan rumah kakus dipekarangan.
b) Bangunan kakus ditempatkan dilokasi yang tidak sampai mengganggu pemandangan, tidak menimbulkan bau, serta tidak menjadi tempat hidupnya berbagai macam binatang penularan penyakit.
c) Bangunan kakus mempunyai lantai yang kuat, mempunyai tempat berpijak yang kuat, terutama harus dipenuhi jika mendirikan kakus model cemplung.
d) Mempunyai lobang kloset yang kemudian melalui saluran tertentu dialirkan pada sumur penampung dan atau sumur rembesan yang terutama disyaratkan jika mendirikan kakus model pemisah bangunan kakus dengan tempat penampungan atau perembesan.
e) Menyediakan air pembersih yang cukup sdemikian rupa sehingga dapat segera dipakai setelah membuang kotoran.
( Azwar, 1983 : 76 ).
2) Sarana Pembuangan Sampah
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak berguna, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak menggangu kelangsungan hidup ( Soeparlan; Pedoman Pengawasan STTU ).
Dalam ilmu kesehatan keseluruhan benda-benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang disebut benda-benda sisa atau bekas ( wastes ), air limbah dan air bekas ( swage ) termasuk pula kedalamnya ( Soeparlan ; Sanitasi tempat-tempat umum ).
Dari sudut ini dijelaskan jika mebicarakan sampah ( refuse ), maka pemeliharaan tersebut bersifat terbata. Karena kotoran manusia ( human wastes ) serta air limbah ( swege ) tidak temasuk sampah.
Disini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ( refuse ) adalah sebagian dari segala sesuatu yang tidak dipakai, yang pada umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia ( termasuk kegitan industri ), tetapi bukan biologis karena kotoran manusia tidak termasuk didalamnya. ( Azwar, 1983 : 54 ).
Adapun bahaya atau gangguan yang dapat dotimbulkan oleh sampah antara lain :
a) Dapat mencemari sumber air.
b) Dapat menimbulkan kebakaran.
c) Dapat menimbulkan kecelakaan misalnya, kena pecahan kaca, paku, dan lain-lain.
d) Dapat menjadi sarang nyamuk, lalat, tikus, kecoa dan jasad-jasad renik yang dapat menjadi perantara atau sumber penyakit.
e) Dapat menggangu keindahan.
f) Dapat menyebabkan pencemaran udara, misalnya bau yang busuk, asap dan lain-lain.
g) Dapat merusak bangunan, menyumbat saluran air hujan dan got sehingga dapat menimbulkan banjir.
Sedangkan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh sampah antara lain :
a) Penyakit yang disebabkan oleh tikus seperti pes, demam dan lain-lain.
b) Penyakit yang disebabkan oleh lalat seperti typus, dysentri dan patek dan lain-lain.
c) Penyakit yang disebabkan oleh kecoa seperti diare, typus, dysentri dan penyakit perut.
d) Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk seperti demam berdarah, malaria dan lain-lain.
e) Penyakit yang disebabkan oleh cacing seperti kecacingan, penyakit kulit dan lain-lain. ( Soewedo Hadiwiyoto, penanganan dan pemanfaatan sampah ).
Oleh karena itu syarat-syarat tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan antara lain :
a) Bak sampah terbuat dari bahan kedap, diberi tutup dan mudah dibersihkan.
b) Bak sampah terbuat dari tong atau drum diberi tutup dan mudah dibersihkan.
c) Dengan menggunakan kantong plasti.
d) Dengan menggunakan sistem galian tanah.
3) Sarana Penyediaan Air Bersih
Manusia tidak dapat hidup tanpa air, ini diperlukan untuk minum, memasak, mandi, memembersihkan dan untuk keperluan-keperluan lainnya. Untuk semua itu diperlukan air yang memenuhi syarat kesehatan baik secara kuantitas maupun kualitas. Adapun syarat tersebut menerut Peraturan Menkes Nomor 416/Menkes/SK/VII/1990 sebagai berikut :
1. Syarat Kualitas
Air yang baik harus memenuhi syarat kesehatan seperti syarat fisik, kimia dan bakteriologi.
a. Syarat Fisik
Air harus memenuhi syarat harus tidak bau, jumlah zat padat /kadar maksimal yang diperbolehkan ( TDU) harus 1.500 mg/L, tidak berbau, keruh dan tidak berasa, suhu air yang harus diperbolehkan maksimal ± 30C dan tidak berwarna.
b. Syarat Kimia
Yaitu air yang tidak boleh mengandung zat yang berbahaya bagi kesehatan antara lain :
1) Kimia Anorganik
a) Air Raksa ( Hg ) kadar maksimal yang dapat diperbolehkan 0,001 mg/L.
b) Arsen ( AS ) kadar yang perbolehkan 0,05 mg/L.
c) Besi ( Fe ) kadar maksimal yang diperbolehkan 1,0 mg/L.
d) Kesadahan ( CaCo ) kadar maksimal yang diperbolehkan 500 mg/L.
e) Seng (Zn ) kadar maksimal yang diperbolehkan 15 mg/L


2) Kimia Organik
a) Aldrin dan dieldrin kadar maksimal yang diperbolehkan 0,0007 mg/L.
b) Benzene kadar maksimal yang diperbolehkan 0,01 mg/L.
c) Pestisida total kadar maksimal yang diperbolehkan 0,10 mg/L.
d) 2,4,6-trichlorophenol kadar maksimum yang diperbolehkan 0,01 mg/L.
e) Zat organik ( Kmno4 ) kadar maksimal yang diperbolehkan 10 mg/L.
c. Syarat Bakteriologi
Pada penyehatan mikrobiologik ini total kolifom pada air ( MPN ) kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 50 per 100 ml ( bukan air perpipaan ), 10 per 100 ml ( air perpipaan ).
d. Syarat radio Aktivitas
1) Aktivitas Alpha ( Gross Alpha Activity ) kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0,1bq/L.
2) Aktivitas Beta ( GrossBeta Activity ) kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 1,0 bq/L.
(Peraturan Menkes RI No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990 ).

e. Sumber Air Bersih
Air bersih bisa berasal dari dalam tanah dan air permukiman. Air dalam tanah adalah air yang diperoleh dari pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam. Air ini sangat bersih karena bebas dari pengotoran. Yang termasuk dalam air dalam tanah adalah sumur dan mata air, oleh karena itu syarat-syarat sumur yang baik untuk mendapatkan air bersih tersebut adalah seperti dibawah ini :
1) Jarak tidak kurang dari 10 meter dari sumber cemaran.
2) Dibuat ditempat yang ada airnya.
3) Dinding sumur dibuat dengan kedalaman 3 meter dari permukaan tanah dibuat dari tembok yang tidak tembus air.
4) Dibawahnya dengan jarak 1,5 meter dibuat dari bata yang tidak diberi spasi.
5) Kedalaman sumur harus mencapai kedalaman tanah yang mengandung cukup air di waktu musim kemarau.
6) Di atas tanah dibuat bibir sumur yang berasal dari tembok yang kedap air minimal 70 cm.
7) Lantai sumur dibuat dari bahan yang kedap air dengan lebar 1,5 meter dari dinding sumur.
2. Syarat Kuntitas
Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari perkapita di Indonesia diperlukan untuk pedesaan 100 liter per hari perkapita ( Djasio Sanropie. 1984 ).
4) Sarana Pembuangan Air Limbah
Yang dimaksud dengan air limbah atau air kotor adalah air yang becampur dengan zat-zat padat ( dissolvet dan suspended ) yang berasal dari pembuangan limbahrumah tangga, pertanian, perdagangan dan industri. ( Depkes RI pedoman bidang study pembuangan tinja dan air limbah ).
Jadi air limbah dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a) Air limbah yang berasal dari rumah tangga.
b) Air limbah yang berasal dari industri atau perusahaan.
Dengan demikian penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dengan adanya air limbah yang tergenang antara lain :
a) Penyakit malaria.
b) Diare dan penyakit perut.
c) Kecacingan dan penyakit kulit
d) Filariasis ( penyakit kaki gajah ).
Tujuan pengaturan pembuangan air limbah yaitu :
a) Untuk mencegah pengotoran sumber air rumah tangga.
b) Menjaga makanan kita misalnya sayuran yang dicuci dengan air permukaan.
c) Perlindungan ikan yang hidup dalam kiolam atau kali.
d) Menghindari air dari tanahpermukaan.
e) Perlindungan air untuk ternak.
f) Menghilangkan tempat berkembang biaknya suatu bibit penyakit seperti caning, dan vektor penyebab penyakit ( nyamuk dan lalat ).
g) Menghilangkan bau-bauan dan pemandangan yang tidak sedap.
Tempat pembuangan air limabah harus memenuhi persyaratan antara lain :
1. Membuat saluran yang dialirkan ke selokan
2. membuat saluran yang dialirkan ke lubang penampunganatau lubang peresapan.
Dua hal tersebut di atas bertujuan agar :
1. Tidak mencemari sumber air bersih.
2. Tidak menimbulkan genangan air.
3. Tidak menimbulkan bau dan lain-lain. (Depkes RI,1989 ).
Yang terpenting dalam pembuatan sarana pembuangan air limbah adalah dengan mengusahakan agar sarana tersebut tidak mencemari sumber air bersih, tidak menimbulkan genangan air, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan becek hal ini dapat diwujutkan dengan membuat drainase disekitar rumah yang dialirkan ke selokan, lubang peresapan atau untuk mengaliri tanaman.

B. Malaria.
1. Definisi Penyakit Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk malaria dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan umur, mulai dari bayi, anak-anak sampai orang dewasa.
Penderita malaria dapat dikenal melalui gajala-gejala klinis sebagai berikut :
a. Gejala utama : Demam dan menggigil.
b. Gejala lain yang mungkin ditemukan : Sakit kepala dan sakit pinggang, perasaan mual dan muntah, badan terasa lemah dan pucat karena darah kurang, serangan demam dapat terjadi berulang-ulang ( Depkes RI, 1990 ).
2. Jenis Parasit Malaria
Agent penyebab adalah parasit dari genus Plasmodium Familia Plasmodiidae, Ordo Coccidae. Sampai saat ini dikenal ada empat macam Plasmodium, yaitu :
a. Plasmodium Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat / malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul berselang setiap dua hari ( 48 jam ) sekali.
b. Plasmodium Vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang setiap tiga hari ( 72 jam ) sekali.
c. Plasmodium Malariae, penyebab bul penyakit malria quartama yang gejala serangannya timbul bselang setiap empat hari sekali.
d. Plasmodium Ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, umumnya banyak di Afrika dan Pasif Barat.
Seseorang penderita dapat ditulari lebih dari satu jenis Plasmodium,biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran ( Mixed Infection ). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu : campuran antara Pl. Falciparum dengan Pl. Vivax atau Pl. Malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terjadi pada daerah yang angka penularanya tinggi. Lebih kurang 98 % dari sedian darah positif yang di temukan adalah spesies Pl. Vivax dan Pl. Falcifarum sehingga pada pemeriksaan sediaan darah, pandangan dapat diarahkan pada kedua jenis tersebut ( Depkes RI, 2001 ).
3. Siklus Hidup
Untuk kelangasungan hidupnya parasit malaria memerluka dua macam siklus aseksual dalam manusia dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam badan manusia.
1) Siklus dari luar sel darah merah / eksoeritrositer yang berlangsung dala hati dan terbagi lagi dalam fase eksoeritrositer primer dan fase eksoeritrosit sekunder hanya terdapat pada plasmodiumi vivax dan plasmodium ovale adalah suau fase dari siklus hidup parasit yang dapat menyebabkan kambuh atau rekurensi ( long term relapse ).

2) Siklus didalam sel darah merah / ertrositer yang terbagi dalam.
a. Fase Sisogoni yang menimbulkan demam
b. Fase gametogami yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk malaria. Kambuh pada plasmodium falceparum disebut rekrudensi ( short term relapse ) penyebabnya adalah bentuk parasit dalam darah yang belum terbunuh semuanya oleh obat-obat anti malaria.
b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
Siklus ini juga disebut siklus sporogoni karena mengahsilkan sporosit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan kebadan manusia.
1) Sporosit
Siklus ini dimulai pada saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia bersamaan dengan air liur nyamuk masuk sporosit yakni bentuk infektif dari parasit malaria, kedalam darah manusia. Sporosit hanya berada dalam darah sekitar 30 menit, kemudian masuk kedalam hati dan menjalani fase eksositrositer primer.
2) Fase eksoeritrositer primer
Kemudian sporosit menjalani fase sisogami yang mengahsilkan merosit eksoeritrositer sekunder.


3) Fase eksoeritrositer sekunder
Kriptosoitmegalami sisogoni yang menimbulkan merosoit yang disebut meta kriptosoit yang akan menyerang sel darah merah
4) Troposoit darah
Kriptosoit atau meta kriptosoit yang masuk ke sel darah merah adalah troposoit. Selanjutnya inti troposoit membelah menjadi dua, empat, dan seterusnya. Inti yang telah membelah ini mengubah troposoit menjadi sison.
5) Sison
Sison bertambah besar, demikian juaga dengan intinya, sehingga mengisi sebagian besar sel darah merah dan disebut juga sison dewasa. Sison dewasa terus berkembang serta bagian-bagian intinya bertambah jelas. Ketika sel darah merah pecah bagian-bagian inti dari sison disebut merosoit.
6) Merosit
Merosoit-merosoit tersebut akan menyerang bagian sel darah merah dan mengulangi fase sisogoni, sebagian dari merosoit tidak masuk dalam fase sisogoni tapi mengalami fase gametogoni yakni fase untuk menentukan sel kelamin jantan dari betina.
7) Gametosit
Hsil dari fase gametogoni adalah mikrogametosit atau sel kelamin jantan dan makrogametosit atau sel kelamin betina. Apabila darah manusia dihisap oleh nyamuk, semua bentuk parasit malaria seperti troposoit, sison dan gametosoit akan masuk kedalam lambung nyamuk, troposoit dan sison akan hancur, sedangkan gametrosit akan meneruskan siklus sporogoni. Untuk plasmodium falciparum tidak mengalami fase eksoeritrositer sekunder. ( Malaria Epdeminologi Depkes. RI, 1983 ).
4. Gejala klinis
Secara klinis gejala dari penyakit malaria terdiri dari bebrapa serangan demam interval tertentu ( paroksisme ) yang diselingi oleh suatu periode ( periode laten ) dimana penderita bebas sama sekali bebas dari demam. Sebelum demam penderita biasanya merasa lemah, sakit kepala, tidak nafsu makan, enek dan muntah.
Suatu paroksisme biasanya terdiri dari atas tiga stadium yang berurutan yaitu :
a. Stadium Dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan yang sangat dingin, gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia, nadi cepat dan lemah, bibir dan jari-jarinya pucat kebiru-biruan atau sianotik, kulit kering dan pucat. Penderita mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang.


a. Stadium Demam
Setelah merasa dingin, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar. Nadi menjadi kuat lagi, biasanya penderita sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41 OC atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
Demam disebabkan oleh pecahan sison darah yang telah matang dan masuknya merosoit darah kedalam aliran darah.
Serangan demam diikuti oleh priode laten yang lamanya tergantung pada proses pertumbuhan parasit dan tingkat kekebalan kemudian timbul pada penderita relapse yang timbul ( yang disertai parasitemia ) dalam waktu 8 minggu setelah serangan pertama disebut rekrudensi atau short term relapse. Bila timbulnya setelah 24 minggu atau lebih disebut rekurensi atau long term relapse.
a. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah, suhu tubuh menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya tidur nyenyak dan pada saat bangun dari tidur merasa lemah, tetapi tidak ada gejala lain. Stadium ini berlangsung antara 2-4 jam.
Gejala klinis yang berat biasnya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parsit ( bentuk troposit dan sison ) untuk berkumpul pada pembuluh darah, organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tertentu ( Rampengan dan Lourentz, 1993 ).
C. Host Penyakit Malaria
a. Manusia ( Host Intermediate )
Secara umum dapat dikatakan bahwapadasetiaporang dapat terkena malaria.
Faktor- faktor yang berpengaruh pada manusia adalah :
1) Ras atau Suku Bangsa
2) Kurangnya suatu Enzim tertentu
3) Kekebalan / imunitas :
a. Kekebalan alamiah ( Natural Imunity )
b. Kekebalan yang didapat ( Actife Imunity )
c. Kekebalan pasif ( Passive Imunity )
4) Umur dan jenis kelamin
b. Nyamuk Anopheles ( Host Desfinitive )
Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, darah ini diperlukan untukpertumbuhan telurnya.
1) Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria. Secara singkat dikemukakan beberapaperilaku nyamuk yang penting :
a. Tempat hinggapatau istirahat
- Eksofilik : nyamuk nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat diluar rumah.
- Edofilik : nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat didalam rumah.
b. Tempat menggigit
- Eksofogik: lebih suka menggigit diluar rumah
- Endofogik: lebih suka menggigit didalam rumah
c. Obyek yang digigit
- Antrofofilik: lebih suka menggigit manusia
- Zoofilik: lebih suka menggit hewan
2) Faktor yang lebih penting
a. Umur nayamuk ( Longevity ) semakin panjang umur nyamuk maka semakin pajang kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.
b. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosis
c. Frekuenasi menggigit manusia
d. Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.
Jenis anopheles di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari sekian jenis, hanya beberapa yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria ( vektor atau tersangka vektor ).



D. Tempat Berkembang Biak Nyamuk
Tempat berkembang biak nyamuk Anopheles adalah pada genangan air. Pemilihan tempat peletakan telur yang kemudian akan menetas menjadi jentik dilakukan oleh nyamuk betina dewasa.
a. Tempat air yang besar dan sedang
1. Genangan air sementara atau tertutup
Air tawar atau air payau dan salah satu tempat yang disenangi adalah lagun. Lagun adalah tempat berkembangbiakannyamuk khususnya nyamuk malaria pada genangan air yang bersifat sementara atau tetap air tawar atau air payau umumnya terletak dipesisir pantai.
Ciri dan sifat lagun secara umum sebagai salah satu tempat perkembangbiakan nyamuk malaria.
a) Dasar tempat lagun
Dasar tempat lagun juga merupakan pilihan bagi nyamuk betina dewasa dalam meletakan telur-telurnya. Dasar lagun yang sebagian besar tanah tetapi ada juga sedikit pasir.
b) Luas permukaan lagun
Hal ini berhubungan dengan panjang dan lebar genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk malaria serta tindakan pemberantasan yang akan dilakukan.
c) Kedalaman lagun
Biasanya tidak pernah diukur berskala tapi kedalaman lagun erat hubungannya dengan volume air dan cara pemberantasan jentik.
d) Aliran air lagun ( terbuka atau tertutup )
Secara alami aliran air lagun langsung mengarah ke air laut tetapi ada juga bergenang dan iru terjadi tergantung musim.
e) Kejernihan air lagun
Biasanya tergantung musim ada yang jernih dan ada yang keruh.
f) Pencahayaan ( terlindung atau terbuka )
Adanya perbedaan iklim antara satu daerah dengan daerah yang lainnya menyebabkan tidak semua lagun yang pencahayaannya sepanjang hari. Oleh karena itu, jenis-jenis nyamuk tertentu suka berkembang biak pada genangan-genangan air terbuka, karena sinar matahari atau pencahayaannya langsung dan ada pula jenis-jenis nyamuk yang suka berkembang biak pada genangan-genangan air yang terlindungi yang tidak terkena cahaya matahari.
g) Lama genangan air lagun ( permanen dan semipermanen )
Hal ini tergantung pada musim tetapi ada juga yang permanen. Lama genagan air menentukan jenis-jenis jentik dan jumlah jentik yang ditemukan.
h) Air tawar atau air payau
i) Derajat keasaman air
j) Jenis-jenis tumbuhan air pada lagun
Jenis-jenis tumbuhan air yang ditemukan pada tempat berkembangbiakan atau di sekitarnya dan kepadatan tumbuhan ( padat atau tersebar )
Contoh : Lumut, Pohon bakau, Rumput semak.
k) Jenis-jenis binatang air
Ada tidaknya binatangair sebagai predatoryang memakan jentik nyamuk dan telur nyamuk.
b. Tempat air yang kecil
1. Berupa kontainer
Lubang dipohon-pohon, lubang dibatu-batu, lubang-lubang kepiting atau ketam, pelepah daun keladi atau semacamnya, dan lubang pada tonggak bambu.
2. Buatan manusia
Tangki air, bak mandi, drum, tempayan, pot bunga, tempat minum burung, barang-barang bekas ( kaleng, pecahan gelas dan lain-lain ).
E. Faktor – Faktor Yang Mengakibatkan Terjadinya Kasus Malaria.
1. Faktor Vektor
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles didunia. Hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoid dan dapat menularkan malaria.
Nyamuk anoheles terutama hidup didaerah tropik dan subtropik, namun juga bisa hidup didaerah yang beriklim sedang dan bahkan didaerah Afrika. Anopheles jarang ditemukan didaratan lebih dari 2000-2500 m, sebagian besar nyamuk anopheles ditemukan didaratan rendah.
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Kepadatan vektor dekat permukiman.
b. Kesukaan mengisap darah manusia atau antropofilia.
c. Frekuensi mengisap darah manusia ( tergantung dari suhu ).
d. Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sponogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk anopheles menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Endofili : Suka tinggal didalam rumah / bangunan
b. Eksofili : Suka tinggal diluar rumah
c. Endofalogi : Menggit dalam rumah / bangunan
d. Eksologi : Menggit diluar rumah / bangunan
e. Antroprofili : Suka menggit manusia
f. Zoofili : Suka menggit binatang
Jarak terbang nyamuk anpheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk anopheles bisa terbawa sampai 30 km, nyamuk anopheles bisa terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria kedaerah yang non-Endemik.
2. Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada umumnya setiap orang bisa terkena malaria. Perbedaan prevelensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkitan dengan perbedaan derajat kebutuhan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai responden imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah resiko malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak antara lain ; berat badan lahir yang rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin.
Faktor-faktor genetik pada manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit kedalam sel, mengubah respon imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.
Beberapa faktor genetik bersifat prefektif terhadap malaria adalah :
a. Golongan Darah
b. Hemoglobin S yang menyebabkan sickle call anemia.
c. Thalasemia ( Alfa dan Beta )
d. Hemoglobinofati lainya ( Hb F dan Hb E )
e. Defisiensi G-6-PD ( Glukosa-6-phasphate dehidrogenase ).
f. Ovalositosis (di Papua New Guinea dan mungkin juga di Irian Jaya )
( Malaria Epideminologi Departeman Kesehatan RI, 1983 ).
3. Faktor Sanitasi Lingkungan
Adapun faktor sanitasi rumah antara lain :
a. Kebersihan rumah tinggal seperti halaman rumah atau pekarangan rumah.
b. Ventilasi kawat kasa, untuk menghindari masuknya nyamuk
c. Tempat perindukan.
4. Faktor Agent ( Fakor Penyebab )
Agent adalah suatu unsur organisme hidup atau kuman infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Karakteristik agent :
a. Infektifitas
Kesanggupan dari organisme utuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungannya dari host untuk mampu tinggal dan berkembang biak ( Multiply ) dalam jaringan host.
b. Patogenesis
Kesanggupan organisme untuk menimbulak suatu reaksi klinis khususnya yang patologis setelah terjadi infeksi pada host yang diserang.
c. Virulesnsi
Keanggupan organisme tertentu untuk mengahasilkan reaksi patologis berat ( menyababkan kematian ). Virulensi kuman menunjukan beratnya penyakit.

d. Toksisitas
Kesanggupan untuk memproduksi reaksi kimia yang toksit oleh substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusakkan jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksin.
e. Antigenisitas
Kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologi dalam host.
5. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “ tahu ”, dan ini terjadi setelah dilakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi mulai panca indera, yaitu : Indera pengelihat, pendengar, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pengelihatan dan pendengaran.
Penelitian Regers ( 1974 ) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengapdopsi perilaku baru ( berperilaku baru ), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
a. Awareness ( kesadaran ), dimana seorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus ( objek ).
b. Interest ( merasa tertarik ) terhadap stimulus atau objek tersebut.
c. Evaluation ( menimbang-nimbang ) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
d. Trial, dimana objek mulai mencoba melakukan seseuatu sesuai dengan pengetahuan, keadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
e. Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana disadari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng ( long losting ).
Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
a. Tahu ( Know )
Tahu artinya sebagai mengikatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima.
b. Memahami ( Comprehension )
Memahami arti sebagi suatu kemampuanmenjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi ( Application )
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi secara sebenarnya.
d. Analisis ( Analysis )
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini terlihat dari penggunaan kata-kat kerja; dapat mengambarkan, membedakan, memisahkan atau mengelompokan.
e. Sistesis ( Syntesis )
Sistensis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi ( Evaluation )
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada ( Notoadmodjo, 2000 ).

E. Upaya Pemberantasan Malaria.
Upaya pemberantasan malaria untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria dilakukan melalui program pemberantasa malaria yang kegiatanya antara lain meliputi; diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveylens dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan penyakit malaria.


Beberapa kegiatan pemberantasan malaria ditingkat Puskesmas antara lain :
1. Penemuan penderita malaria
Kegiatan ini dapat dilaksanakan melalui pengambilan sedian darah langsung dilapangan dengan metode tertentu seperti survei masal dan berkala dan melalui kunjungan secara langsung ke Puskesmas.
2. Pengaobatan penderita malaria
Sampai saat ini Diagnostik malaria berdasarkan ditemukannya parasit dalam darah sedian darah secara mikroskopik. Sedangfakan kasus malaria yang diagnosisnya hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis tanpa pemeriksaan labolatorium disebut kasus tersangka malaria atau klinis.
3. Pencegahan
Dari beberapa sumber menyatakan pencegahan malaria sangatlah bervariatip melalui dari perlindungan perorangan sampai dengan usaha-usaha dalam rangka penyehatan lingkungan antara lain : Tidur menggunakan kelambau ( Bed Net ), memasang kawat kasa, dan menjaga kebersihan lingkungan.





BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. KERANGKA KONSEP















Ketrangan
: Diteliti
: Tidak Diteliti


B. HIPOTESIS
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :
“Ada hubungan antara sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2008 ”.



















BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancang Bangun Penelitian
Berdasarkan karakteristiknya penelitian ini merupakan penelitian observasional / lapangan bersifat analitik, yaitu ingin mencari hubungan sanitasi lingkungan rumah terhadap kejadian kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Desa Kuta Kecamatan Pujut Kebupaten Lombok Tengah Tahun 2008. Menurut waktunya penelitian ini termasuk penelitian cross sectional dimana data dikumpulkan hanya satu kali dari setiap subyek untuk mendapatkan gambaran saat itu pada waktu tertentu. ( Soekidjo, 2002 ).
B. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua kepala keluarga yang berada di Desa Kuta wilayah kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah tahun 2008 sejumlah 1989 jiwa.
C. Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Sampel
Sampel penelitian ini adalah sebagian kepala keluarga yang berada di Desa Kuta wilaya kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah.
2. Besar Sampel
Menurut Soekidjo ( 2002 ) untuk mencari besar sampel dari populasi yang lebih kecil dari 10.000 dapat menggunakan rumus :
Keterangan : N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : Tingkat Kepercayaan yang dinginkan ( 0,1 )
dibulatkan menjadi 95.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan teknik proporsional simple random sampling. Desa Kuta terdiri dari 13 dusun, ke 13 dusun tersebut adalah Kuta I, Kuta II, Ketapang, Batu Riti, Mong I, Mong II, Lenser, Merendeng, Mengalung, Rangkap I, Rangkap II, Golang dan Dusun Ujung.
Untuk mewakili semua dusun sampel diambil secara proposional dengan rumus sebagai berikut :
a) Kuta I : dibulatkan 10
b) Kuta II : dibulatkan 6
c) Batu Riti : dibulatkan 8
d) Mong I : dibulatkan 10
e) Mong II : dibulatkan 6
f) Lenser : dibulatkan 7
g) Merendeng : dibulatkan 6
h) Mengalun : dibulatkan 8
i) Ketapang : dibulatkan 6
j) Rangkap I : dibulatkan 5
k) Rangkap II : dibulatkan 6
l) Ujung : dibulatkan 12
m) Ngolang : dibulatkan 5
Jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah a+b+c+d+e+f+g+h+i+j+k+l+m = 95.
D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kuta wilayah kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut kabupaten Lombok Tengah tahun 2008.
2. Waktu Penelitian
Rencana penelitian adalah bulan Nopember 2008.
E. Variabel, Cara Pengukuran dan Difinisi Oprasional Variabel Penelitian
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Independent ( Bebas )
Sanitasi lingkungan rumah sekitar pantai yang meliputi ventilasi, sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan sampah dan sarana pembuangan air limbah

b. Variabel Dependent (Terikat)
Kejadian kasus Malaria
2. Cara Pengukuran Variabel Penelitian
a. Cara pengukuran untuk lokasi sampel dilakukan dengan cara antara lain :
Sanitasi rumah yaitu ventilasi ( ada tidaknya kawat kasa ), Sumber Air Bersh (SAB), Sarana pembuangan kotoran, Sarana Pembuangan sampah dan sarana pembuangan air limbah (SPAL) diukur dengan cara melakukan observasi langsung terhadap keadaan lokasi penelitian.
b. Untuk variabel tingkat kasus malaria dapat diukur dengan melihat data sekunder jumlah kasus malaria dilaboratorium puskesmas.
3. Difinisi Oprasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala Data
1.










Independent :
Sanitasi Lingkungan Rumah Sekitar Pantai.










Rumah Sekitar Pantai


Suatu usaha mengendalikan keadaan rumah agar tidak menimbulkan gangguan perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup penguni rumah yang meliputi ; kebersihan rumah tinggal dan tempat perindukan ‘

Rumah yang berjarak minimal 3 (tiga) kilo meter dari pinggir pantai.


















Ventilasi rumah Sirkulasi tempat masuk dan keluarnya udara yang biasanya dipasang pada bagian atas jendela termasuk juga apakah pada ventilasi tersebut dipasang kawat kasa. Diukur dengan menggunakan lembar observasi masing-masing sub variabel diberi nilai 1 bila menjawab ya dan nilai 0 bila tidak kemudian dikriteriakan menjadi:

Memenuhi Syarat: jika total skor hasil observasi = 2

Tidak Memenuhi Syarat: jika total skor hasil observasi <>3
Tidak Memenuhi Syarat : jika total skor hasil observasi <3>3

Tidak Memenuhi Syarat: jika total skor hasil observasi <3>2

Tidak Memenuhi Syarat: jika total skor hasil observasi <2>3
Tidak Memenuhi Syarat: jika total skor hasil observasi <3 Nominal
2 Dependent :
Kejadian Kasus Malaria Penderita yang mempunyai gejala panas, menggigil, keluar keringat dan yang berobat ke Puskesmas.
Di kumpulkan dengan melakukan pemeriksaan fisiik dengan bantuan tenaga kesehatan sesuai dengan gejala-gejala yang disebutkan pada kolom definisi operasional, dengan kriteria:
Kasus malaria: jika hasil pemeriksaan yang dilakukan positif mengalami gejala-gejala yang disebutkan pada kolom definisi operasional.
Non Kasus malaria: jika hasil pemeriksaan yang dilakukan tidak mengalami gejala-gejala yang disebutkan pada kolom definisi operasional.
Nominal
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer pada penelitian ini berupa data sanitasi disekitar pantai yang dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara dan observasi dengan definisi sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara langsung yang ditujukan kepada responden dengan panduan kuesioner terhadap obyek yang diteliti.
b. Observasi
Observasi dilakukan melalui pengamatan secara langsung terhadap obyek yang diteliti.
2. Data Skunder
Data ini meliputi :
a. Data geografi, topogarafi dan kependudukan yang didapat dari kantor Desa untuk memperoleh gambaran lokasi penelitian.
b. Data yang diperoleh dari Puskesmas terdekat dari lokasi penelitian yaitu mengetahui jumlah kasus penyakit malaria dan data 10 penyakit terbanyak.
G. Teknik Analisa data
Data yang terkumpul melalui wawancara dan observasi, sebelum di analisis dilakukan terlebih dahulu proses editing yaitu mengkaji dan meneliti kembali data-data yang telah terkumpul apakah sudah baik dan dapat dipakai pada proses selanjutnya. Serta melalui proses kodeing yaitu mengklasifikasikan jawaban setelah itu baru dianalisis untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan veriabel terikat maka digunakan uji Chi-Square dengan mengunakan sistem program komputer SPSS versi 13.00.

No comments: